-->

Notification

×

Kategori Berita

CARI BERITA

Iklan

Iklan


Iklan




Mengenal Melayu Tua dan Melayu Muda

| Jumat, Oktober 15, 2021 WIB | Last Updated 2022-12-03T08:56:46Z

 


MARWAH RIAU - Bangsa Melayu sendiri dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan. Pertama, Melayu Tua (proto Melayu) dengan Melayu Muda (deutro Melayu). Disebut Melayu tua karena inilah gelombang perantau Melayu pertama yang datang ke kepulauan Melayu ini.


Leluhur Melayu Tua ini diperkirakan datang oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 SM. Adapun yang tergolong ke dalam keturunan Melayu Tua itu antara lain orang Talang Mamak, orang Sakai, dan Suku Laut.


Keturunan Melayu tua ini terkesan amat tradisional, karena mereka amat teguh memegang adat dan tradisinya. Pemegang terajur adat seperti Patih, Batin, dan Datuk Kaya, besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan.


Sementara itu, alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, dan kemantan.


Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Mereka mempercayai laut, tanjung, tanah, pohon, ikan, burung, dan binatang liar, dihuni atau dikawal oleh makhluk halus, yang kemampuannya melebihi kemampuan manusia.


Makhluk halus yang menunggu tanah disebut jembalang, makhluk yang mengawal binatang dan burung disebut sikodi, makhluk halus yang menghuni hutan belantara disebut mambang. sedangkan makhluk halus yang menampakkan dirinya sebagai perempuan cantik disebut peri.


Perkampungan puak melayu tua pada masa dulu jauh terpencil dari perkampungan Melayu Muda. Ini mungkin berlaku, karena mereka ingin menjaga kelestarian adat dan resam (tradisi) mereka. Begitu pula dalam nikah-kawin, mereka masih sedikit berbaur dengan Melayu Muda dan suku lainnya.


Pembauran dengan Melayu Muda baru terjadi setelah mereka memeluk agama Islam sebagaimana yang terjadi pada Sakai Batin Salapan dan Batin Lima, yang diislamkan oleh para khalifah murid Tuan Guru Abdul Wahab Rokan penganut tarekat Naksyahbandiyah.


Puak Melayu Muda (Deutro Melayu), gelombang kedatangan nenek moyang mereka diperkirakan tiba antara 300-250 tahun sebelum Masehi. Melayu Muda ini cukup besar jumlahnya, mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan.


Karena itu mereka bersifat lebih terbuka dari Melayu Tua, sehingga mudah terjadi nikah-kawin dengan puak atau suku lain, yang membuka peluang pula kepada penyerapan nilai nilai budaya dari luar.


Pada mulanya, baik Melayu tua maupun Melayu muda sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua benda punya roh) dan Dinamisme (semua benda mempunyai semangat).


Kepercayaan ini kemudian semakin kental oleh kehadiran ajaran Hindu Budha. Sebab antara kedua kepercayaan ini hampir tidak ada beda yang mendasar. Keduanya sama sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan mitos, sehingga bermuatan spiritual.


Maka, setelah tiba kehadiran agama Islam, terutama di daerah pesisir pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau, ternyata puak Melayu muda lebih suka memeluk agama baru yang rasional itu.


Kedatangan agama Islam itu telah menibangkitkan semangat bermasyarakat yang lebih kuat dan kokoh, sehingga berdirilah beberapa kerajaan Melayu dengan dasar Islam, seperti telah disebutkan pada bagian depan.


Maka puak Melayu di Riau terbagi atas kerajaan Melayu yang menaunginya sehingga dikenallah beberapa puak atau masyarakat Melayu di daerah ini.


Pemegang teraju, kepemimpinan Melayu, baik Melayu tua maupun Melayu muda semula juga terdiri dari pemangku adat (sebagai pemimpin formal) di samping tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang, kemantan, dan guru silat, sebagai pemimpin informal.


Tetapi setelah Melayu muda membentuk beberapa kerajaan Melayu dengan dasar Islam, maka muncullah pemegang kendali kerajaan yang disebut raja, sultan serta yang dipertuan. Sementara itu, kehadiran Islam juga telah menampilkan cendekiawan yang disebut ulama. Di Riau, untuk ulama itu sering dipakai orang siak, lebai, malin, tuan guru, dan pakih.


Dengan demikian kehidupan melayu muda ini dipandu oleh para raja (sultan), ulama, pemangku adat dan tokoh tradisi. Semua orang terpandang ini sering pula disederhanakan dengan istilah orang patut. Disebut demikian, karena mereka dipandang patut atau layak dalam bidang kehidupan yang dipimpinnya.


Meskipun kita melihat ada perbedaan antara Melayu tua dengan Melayu muda, kedua keturunan puak Melayu ini masih mempunyai persamaan kultural. Orang Melayu itu akan selalu menampilkan budaya perairan (maritim).


Mereka adalah manusia perairan, bukan manusia pegunungan. Mereka menyukai air, laut, dan suka mendiami daerah aliran sungai, tebing pantai dan rimba belantara yang banyak dilalui oleh sungai sungai. Sebab itu budaya mereka selalu berkaitan dengan air dan laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang, dan bermacam perkakas penangkap ikan seperti kail, lukah, hingga jala.